Karya: Geraldy Yudya Aditama
lahir 15 tahun sebelum penjajah jepang menjajaki
Indonesia, anak Blitar ini harus hidup di tengah –tengah kesengsaraan, ayahnya
yang hanya petani. Walau sawah keluarga mereka tetapi sebagian hasil panen
harus diserahkan pada pemerintah Belanda. Dengan hasil panen yang pas-pasan
ayah Dirdjoe harus pandai-pandai mengatur hasil tersebut, sebagian hasil tani
beras akan dijual untuk menghidupi ketiga saudara Dirdjoe dan Dirdjoe lah yang
menjadi anak bungsu. Disetiap malam Dirdjoe selalu menuliskan keluh kesah yang
dia alami dan menuliskan angannya pada buku pemberian orang keturunan bangsawan
yang dermawan yang bernama Sastro Hadiwidjoyo Diningrat lulusan perguruan tiggi
terkemuka di Inggris. Dirdjoe sekarang dia duduk di sekolah rakyat. Saat Sastro Hadiwidjoyo
Diningrat memberi buku kepada anak-anak salah satunya Dirdjoe dia juga selalu
memberi motivasi kepada mereka. Sebenarnya Dirdjoe seorang anak pandai yang
selalu aktif di sekolah rakyatnya mungkin dia salah satu pembangun bangsa untuk
kedepannya.
Tepat
pada umur yang ke-16 terjadi pemberontakan kepada pemerintah jepang . Dan masa
itu pembunuhan besar-besaran, dan seluruh laki-laki di keluarga itu ikut serta
dalam pemberontakan, Dirdjoe dan saudaranya diajarkan menggunakan senjata api sebelum
terjadinya pemberontakan itu . Tidak lama Dirdjoe sudah mahir menggunakan
senjata itu. Saat itu Dirdjoe harus meninggalkan sekolahnya di MILO dengan
penuh keluh kesah ia harus mengikutipemberontakan tersebut.
Dirdjoe
adalah anak yang sangat cerdas bahkan di usia yang masih belia dia dapat
memikirkan apa yang harus dia perbuat saat keadaan terdesak seperti ini. Saat
dia berjalan dengan kedua kakaknya segerombol pasukan jepang menyerang, jepang menyerang
terlebih dahulu dan tembakan sekutu tepat mengenai dada kedua kakaknya. “Jo mblayu, mblayu “ teriak Guruh dan
Joko dengan luka tembak yang sama di dada yang berusaha melindungi adiknya. dengan cemas Dirdjoe meninggalkan
kedua kakaknya tersebut.
“Jo, ndango mblayu,
kamu gak pingin mati se ?” ujar Guruh sambil menembaki musuh dan menahan rasa
sakit peluru yang menancap di dadanya.
Hutan
tempat Dirdjoe melarikan diri, warga sekitar biasa menyebut hutan itu hutan
blerek , hutan tersebut mungkin menjadi hutan terbesar yang pernah Dirdjoe
masuki. Dirdjoe membuat gubuk kecil yang terbuat dari 4 ranting pohon dan
beberapa lembar daun pisang yang dia gunakan untuk beristirahat, di berpikir
untuk beberapa hari kedepan tempat ini akan aman. Dia terbangunka oleh bambu
muda yang tumbang dia berfikir bahwa bambu tersebut adalah alat yang Tuhan
kirimkan tanpa berpikir panjang dia maraut ujung bambu dengan pisau yang dia
bawa yang akan dia gunakan untuk mencari ikan di sungai di hutan tersebut.
Sambil meraut bambu dia terbayang kata ayahnya yang slalu diingat”jo, ojok lali
ambek cita-citamu, lan ojo wedi yen arep nguber cita-citamu kui”.
Seusai meraut bambu dia mencari ikan di sungai tersebut,
mengapa dia tidak memakai senjata apinya karna di sayang akan tebuangnya peluru
yang terbatas. Dia bisa memburu ikan menggunakan bambu karna ajaran ayahnya
sewaktu kecil.
“le iki sawangen
bapak carae golek iwak” kata ayahnya yang hendak mengajari Dirdjoe.
Dengan
penuh semangat Dirdjoe memperhatikan ayahnya yang mencoba mencari ikan. Sluup
suara lemparan ayahnya yang mengenai ikan.
“ngono lo le ayo saiki awakmu nyoba
sawaten iwak sing iku, he iki bambue” ujar ayahnya dengan memberikan bambu yang
runcing kepadanya.
“inggih pak” jawab Dirdjoe dengan
semangat, tanpa menunggu lama Dirdjoe langsung membidik ikan yang ditunjuk oleh
ayahnya.
Sluuup
suara itu terdengar dari lemparan Dirdjoe yang melempar bambu itu penuh
semangat tapi sayang sekali bambunya masih belum mengenai sasarannya.
“aduh pak ra kenek i “ dengan kesal Dirdjoe
mengatakan itu.
“le rungokno bapak, ngene iki kudu
nggawe ati, jek nyawat sepisan kok wes kesel, wes to cobaen maneh, eling nggawe
ati, koyo urip lek awakmu mek nyoba sepisan kapan iso sukses?” ujar ayahnya
dengan nada sedikit menyentak.
“slupp”
bambu Dirdjoe berhasil mendarat di perut ikan emas itu. “Slupp” lagi lagi bambu
Dirdjoe berhasil meluncur di ikan tersebut.
tak,
tak, tak , tak” Dirdjoe mencoba membuat api dari dua buah batu.
“tak,
tak, jress” api berhasil dia nyalakan, tanpa berpikir lama dia menaruh ikan
buruannya diatas kobaran api unggun buatannya.
Malam
itu keluarga Dirdjoe melaksanakan rutinitas di keluarganya, yaitu makan malah
walau hanya adal 4 potong lauk dan sayur daun singkong.
“le, ora popo yo lek mangan e mek
saka tempe lan godog pohong” sambil mengambil nasi Guruh kakak Dirdjoe menyauti
perkataan bapaknya tadi.
“woalah pak, mboten napa-napa niki
sampun lebih saka cukup amarga gusti tasih maringi suasana kumpul”.
Terjadi suasana hangat ditengah
makan malam itu, banyaknya nasihat nasihat ayahnya yang dilontarkan kepada
ketiga anaknya tersebut.
Karna
terlalu lama melamun ia melupakan ikan yang dibakar. Dia membuang lamuanannya.
“slamet ae iwak e ra gosong” dengan sergap ia mengangkat ikan bakaranya yang
hampir hangus ditelan api unggun buatannya.
Setelah menghabiskan ikan bakarannya tersebut ia terlarut
oleh angin sepoi-sepoi yang membuatnya tertidur di pondok yang sangat kecil
karya tangannya.
“dorr” sebuah peluru menembus dadanya, serta membangunkan
dari dari mimpi buruknya. Ia terbangun dan segera meninggalkan tempat itu tanpa
sesuap makanan yang masuk dalam lambungya. Ditengah perjalanan ia ertemu dengan
segerombol pasukan bersenjata, dari belakang ia berteriak sambil menodongkan
laras panjangnya, “ jatuhkan senjata”.
“sabar
mas kita juga tentara republik ” saut dari pimpinan gerombolan tersebut. pemimpin
itu bernama Soewirjo. Pemimpin itu biasa dipanggil dengan sebutan kapten.
“mas,
kok sendirian” sambut Soewirjo kepada Dirdjoe
“iki
loh mas aku iki mblayu saka kelompokku, soalnya wes katah sing ketembak, aku
bolehkan ikut gerombolanne sameyan?” tanya Dirdjoe dengan nada medok.
“ya
tentu boleh mas, kita satu darah darah Indonesia masak gak bisa bersatu”
“maksaih
yo mas” balas Dirdjoe.
Lalu
Soewirjo memperkenalkan Dirdjoe kepada pasukannya, setelah diperkenalkan
Soewirjo memberitahu misi kelompoknya, bahwa misinya adalah menuju pinggir
hutan untuk menunggu jemputan untuk pergi ke pusat kota. Saat pimpinan kelompok
itu menjelaskan kepada Dirdjoe, Dirdjoe berbincang sendirian dalam hatinya,
apakah mipi semalam ada kaitannya dengan ini.
Sambil berjalan Dirdjoe berbagi cerita kepada Soewirjo,
lalu Dirdjoe mengikuti sikap seperti pasukan-pasukan disekitarnya. Tiga hari
lamanya kelompok itu sudah berjalan.
“Pasukan, sekarang kalian boleh istiharat” ujar kapten
kelompok tersebut. Lalu Dirdjoe berbaring sambil menatam bintang yang berjajar
di angkasa.
“Yo mblayu, mblayu
“ teriak Guruh dan Joko dengan luka tembak yang sama di dada yang berusaha
melindungi adiknya.
Kematian kedua kakanya itu selalu menjadi beban pikiran
yang mendorongnya untuk berbalas dendam kepada tentara sekutu. Pagi itu ia
dibangunkan oleh pembidik handal dari kelompok tersebut.
Keesokan
paginya Suwirjo dan kawanan pasukannya termasuk Dirdjoe sebagai prajurit baru
di kawanan Suwirjo melanjutkan misi perjalanan ke tepi hutan. “prajurit tidak
lama lagi kita akan memulai perang kita” ujar sang kapten. “apa kalian siap”.
Tanyanya.
“Yes,
sure” teriak Dirdjoe yang sok menggunakan bahasa asing. Dengan bingung semua
pasukan menoleh kepada Dirdjoe karna mungkin hanya Dirdjoe yang bersekolah
setingkat MILO.
Setelah
beberapa jam mereka berjalan sinar jalanan diluar hutan tersebut sudah terlihat
dan juga ada dua truk pasukan yang sudah menanti.
“cepat
lari, naik ke truk dan waspadai kana, kiri, depan, dan belakang. Laksanakan”
perintah sang kapten.
“siap”
yang tidak sengaja pasukan mengucapkannya dengan kompak.
Semua
pasukan berlari menuju kedua truk tersebut, 16 pasukan yang termasuk tambahan
baru yaitu Dirdjoe menaiki kedua truk tersebut dengan 8 pasukan menaiki truk
satu dan sisanya di truk yang kedua beserta sang kapten yang tergabung dalam
truk yang kedua. Saat mereka tiba pada pusat kota ia disambut dengan tembakan
antara tentara jepang dan pemberontak-pemberontak oleh orang pribumi, ia dan
kelompoknya langsung ikut serta dalam peperangan tersebut. Dua jam kejadian itu
berlangsung lalu jepang mundur entah karna apa mungkin amunisi habis atau yang
lainnya. Seusai itu sang kapten dan pasukan berkumpul dengan pemberontak yang
masih tersisa untuk merencanakan genjatan yang lebih untuk hari esok, setelah
terancan semua mereka istirahat sebagian berjaga dan terjadi secara bergantian.
Keesokan
harinya tepat pada tanggal 15 Agustus 1945 jepang mundur meninggalkan
Indonesia, semua pemberontak tercengan dengan kejadian itu. Akhirnya semua
pasukan pemberontak kembali ke daerahnya masing-masing. Dirdjoe pun kembali ke
rumahnya, setibanya di rumahnya diberitakan oleh warga sekitar bahwa ayah dan
ibunya terbunuholeh penjajah, ia sangat terharu dan ia memutuskan untuk pergi
ke Surabaya tempat kakak dari ayahnya tinggal. Ia merayakan kemerdekaan
Indonesia pun di Surabaya.
Pada
tanggal 25 Oktober Inggris dan Belanda kembali ke Indonesia termasuk Surabaya
untuk melucuti senjata, membebaskan tawanan perang dan mengembalikan pasukan
Jepang ke negerinya, dan pada saat itu Dirdjoe sudah sebagai TKR(Tentara
Keamanan Rakyat). Dan saat itu terjadi juga insiden di hotel Yamato yang
menyebabkan gesekan gesekan kecil hingga pada tanggal 27 oktober disitulah
Dirdjoe pertama kalinya perang atas nama TKR.
Sekelompok
misili Indonesia termasuk Dirdjoe mengendarai mini truck untu kembali ke mess
di tengah perjalanan mereka bertemu A.W.S Mallaby di jembatan merah disitulah
terjadi salah paham sehingga terjadi baku tembak, Dirdjoe langsung turun truck
dengan membawa revolvernya menyergap mobil yang ditumpangi A.W.S Mallaby itu.
“good
bye mister” setelah mengucapkan salam itu Dirdjoe langsung meluncurkan
pelurunya pada kening Mallaby dan segera pergi bersama kawannya, saat mereka
meninggalkan Mallaby mereka membawa ban depan mobil yang ditumpangi Mallaby
karena ban tersebut bagus dan mngganjal mobil dengan batu dan meninggalkan
ledakan pada mobil tersebut yang membuat mobil dan jasadnya hangus.
Setelah terjadi insiden tersebut pengganti Mallaby
mengumumkan ultimatum 10 November yang memberi perintah agar rakyat yang
bersenjatakan senjata jepang agar memberikan pada waktu dan tempat yang sudah
ditentukan, dan mengangkat tangan. Dengan semangat dari bung Tomo pasukan
pembela negara termasuk Dirdjoe mempertahankan kedaulatan RI dan tidak bersedia
melaksanakan perintah daripengganti Mallaby tersebut.
Karna hal tersebut pada 10 November terjadi perang besar
dan menewaskan ribuan rakyat indonesia
dan hampir merengut nyawa Dirdjoe. Setelah insiden tersebut berakhir
dengan penyobekan warna biru pada bendera belandi yang berkibar di Hotel Yamato
Dirdjoe ingin melanjutkanb sekolah dengan modal ban yang dicurinya dari mobil
Mallaby. Saat menjual ban ke tempat jual ban bekas terlihat brosur tertempel di
dinding kios penjual ban tersebut yang bertuliskan bagi para pejoeang raihlah ilmu gratis seleksi di gedoeng merah putih
hari Minggoe jam 10 am setelah melihat brosur itu ia langsung pulang dan
mempelajari buku pelajaran milik sepupunya, keesokan harinya pada hari minggu
ia datang mengikuti seleksi, saat ia datang dan mendaftar dari seluruh
indonesia hanya diambil 100 orang yang mendapatkan hasil terbaik dari seleksi
tersebut.
Ia mengikuti seleksi dengan tenang, ia dapat
menyelesaikan 120 soal dalam seleksi tersebut hanya menghabiskan waktu 45
menit, sebenarnya waktu yang diberikan 90 menit. Setengah dari sisanya ia
gunakan untuk berdoa.
“yap waktu habis soal dan jawaban segera dikumpulkan dan
tunggu hasil pada hari Rabu, di papan informasi gedung ini” ujar pengawas
seleksi. Dua hari ia menanti dengan sangat cemas, ia selalu berdoa telebih doa
malam pun ia jabani dan rela tidak tidur demi berharap pada Tuhan agar hasil
yang diraihnya cukup maksimal. Tepat pada hari Rabu, ia sengaja bangun pagi
petang dan ia berangkat pukul 6 menuju gedung tersebut karna ia ingin dialah
orang yang pertama melihat informasi tersebut. Saat ia tiba di lokasi tidak ada
satu insan pun yang berada disana bahkan hasilnya pun belu terpampang pada
papan pengumuman, ia menunggu sangat lama hampir 2 jam ia menunggu sendirina
yang ditmani angin dan suara perbincangan burung. Tepat pukul delapan pagi
seorang datang menggunaka sepeda membawa lembaran kertas. Dan ternyata orang
tersebutlah yang membawa hasil seleksi saat orang sudah memasang hasil tersebut
Dirdjoe lah orang kedua yang melihat informasi tersebut setelah orang yang
menempel hasil seleksi tersebut. Dia bca hasil dari bawah ke atas ternyata
ialah yang menjdai terbaik diantara 534 peserta dari Surabaya dan ia
disekolahkan selama empat tahun setengah di London, Inggris. Ia pulang ke
Indonesia menjadi sarjana SAINS dan ia sebagai dosen di Universitas Indonesia
dan ahkirnya ia meninggal pada tahun 1995. Dirdjoe adalah pejuang bangsa yang
rela mati demi impian yaitu bebas dan berjaya. Ia menolak tawaran pemerintah
Inggris agar menjadi warga negara Inggris karena hanya ingin mencerdaskan
rakyat Indonesia.