About Environment

Minggu, 09 November 2014

SEMANGAT DEMI HARAPAN

Karya: Geraldy Yudya Aditama
            lahir 15 tahun sebelum penjajah jepang menjajaki Indonesia, anak Blitar ini harus hidup di tengah –tengah kesengsaraan, ayahnya yang hanya petani. Walau sawah keluarga mereka tetapi sebagian hasil panen harus diserahkan pada pemerintah Belanda. Dengan hasil panen yang pas-pasan ayah Dirdjoe harus pandai-pandai mengatur hasil tersebut, sebagian hasil tani beras akan dijual untuk menghidupi ketiga saudara Dirdjoe dan Dirdjoe lah yang menjadi anak bungsu. Disetiap malam Dirdjoe selalu menuliskan keluh kesah yang dia alami dan menuliskan angannya pada buku pemberian orang keturunan bangsawan yang dermawan yang bernama Sastro Hadiwidjoyo Diningrat lulusan perguruan tiggi terkemuka di Inggris. Dirdjoe sekarang dia duduk di sekolah rakyat. Saat Sastro Hadiwidjoyo Diningrat memberi buku kepada anak-anak salah satunya Dirdjoe dia juga selalu memberi motivasi kepada mereka. Sebenarnya Dirdjoe seorang anak pandai yang selalu aktif di sekolah rakyatnya mungkin dia salah satu pembangun bangsa untuk kedepannya.
           
Tepat pada umur yang ke-16 terjadi pemberontakan kepada pemerintah jepang . Dan masa itu pembunuhan besar-besaran, dan seluruh laki-laki di keluarga itu ikut serta dalam pemberontakan, Dirdjoe dan saudaranya diajarkan menggunakan senjata api sebelum terjadinya pemberontakan itu . Tidak lama Dirdjoe sudah mahir menggunakan senjata itu. Saat itu Dirdjoe harus meninggalkan sekolahnya di MILO dengan penuh keluh kesah ia harus mengikutipemberontakan tersebut.
Dirdjoe adalah anak yang sangat cerdas bahkan di usia yang masih belia dia dapat memikirkan apa yang harus dia perbuat saat keadaan terdesak seperti ini. Saat dia berjalan dengan kedua kakaknya segerombol pasukan jepang menyerang, jepang menyerang terlebih dahulu dan tembakan sekutu tepat mengenai dada kedua kakaknya. “Jo mblayu, mblayu “ teriak Guruh dan Joko dengan luka tembak yang sama di dada yang berusaha melindungi adiknya. dengan cemas Dirdjoe meninggalkan kedua kakaknya tersebut.
“Jo, ndango mblayu, kamu gak pingin mati se ?” ujar Guruh sambil menembaki musuh dan menahan rasa sakit peluru yang menancap di dadanya.
            Hutan tempat Dirdjoe melarikan diri, warga sekitar biasa menyebut hutan itu hutan blerek , hutan tersebut mungkin menjadi hutan terbesar yang pernah Dirdjoe masuki. Dirdjoe membuat gubuk kecil yang terbuat dari 4 ranting pohon dan beberapa lembar daun pisang yang dia gunakan untuk beristirahat, di berpikir untuk beberapa hari kedepan tempat ini akan aman. Dia terbangunka oleh bambu muda yang tumbang dia berfikir bahwa bambu tersebut adalah alat yang Tuhan kirimkan tanpa berpikir panjang dia maraut ujung bambu dengan pisau yang dia bawa yang akan dia gunakan untuk mencari ikan di sungai di hutan tersebut. Sambil meraut bambu dia terbayang kata ayahnya yang slalu diingat”jo, ojok lali ambek cita-citamu, lan ojo wedi yen arep nguber cita-citamu kui”.
           
            Seusai meraut bambu dia mencari ikan di sungai tersebut, mengapa dia tidak memakai senjata apinya karna di sayang akan tebuangnya peluru yang terbatas. Dia bisa memburu ikan menggunakan bambu karna ajaran ayahnya sewaktu kecil.

            “le iki sawangen bapak carae golek iwak” kata ayahnya yang hendak mengajari Dirdjoe.
Dengan penuh semangat Dirdjoe memperhatikan ayahnya yang mencoba mencari ikan. Sluup suara lemparan ayahnya yang mengenai ikan.
            “ngono lo le ayo saiki awakmu nyoba sawaten iwak sing iku, he iki bambue” ujar ayahnya dengan memberikan bambu yang runcing kepadanya.
            “inggih pak” jawab Dirdjoe dengan semangat, tanpa menunggu lama Dirdjoe langsung membidik ikan yang ditunjuk oleh ayahnya.
Sluuup suara itu terdengar dari lemparan Dirdjoe yang melempar bambu itu penuh semangat tapi sayang sekali bambunya masih belum mengenai sasarannya.
            “aduh pak ra kenek i “ dengan kesal Dirdjoe mengatakan itu.
            “le rungokno bapak, ngene iki kudu nggawe ati, jek nyawat sepisan kok wes kesel, wes to cobaen maneh, eling nggawe ati, koyo urip lek awakmu mek nyoba sepisan kapan iso sukses?” ujar ayahnya dengan nada sedikit menyentak.
“slupp” bambu Dirdjoe berhasil mendarat di perut ikan emas itu. “Slupp” lagi lagi bambu Dirdjoe berhasil meluncur di ikan tersebut.
tak, tak, tak , tak” Dirdjoe mencoba membuat api dari dua buah batu.
“tak, tak, jress” api berhasil dia nyalakan, tanpa berpikir lama dia menaruh ikan buruannya diatas kobaran api unggun buatannya.
Malam itu keluarga Dirdjoe melaksanakan rutinitas di keluarganya, yaitu makan malah walau hanya adal 4 potong lauk dan sayur daun singkong.
“le, ora popo yo lek mangan e mek saka tempe lan godog pohong” sambil mengambil nasi Guruh kakak Dirdjoe menyauti perkataan bapaknya tadi.
“woalah pak, mboten napa-napa niki sampun lebih saka cukup amarga gusti tasih maringi suasana kumpul”.
Terjadi suasana hangat ditengah makan malam itu, banyaknya nasihat nasihat ayahnya yang dilontarkan kepada ketiga anaknya tersebut.
Karna terlalu lama melamun ia melupakan ikan yang dibakar. Dia membuang lamuanannya. “slamet ae iwak e ra gosong” dengan sergap ia mengangkat ikan bakaranya yang hampir hangus ditelan api unggun buatannya.
            Setelah menghabiskan ikan bakarannya tersebut ia terlarut oleh angin sepoi-sepoi yang membuatnya tertidur di pondok yang sangat kecil karya tangannya.
            “dorr” sebuah peluru menembus dadanya, serta membangunkan dari dari mimpi buruknya. Ia terbangun dan segera meninggalkan tempat itu tanpa sesuap makanan yang masuk dalam lambungya. Ditengah perjalanan ia ertemu dengan segerombol pasukan bersenjata, dari belakang ia berteriak sambil menodongkan laras panjangnya, “ jatuhkan senjata”.
“sabar mas kita juga tentara republik ” saut dari pimpinan gerombolan tersebut. pemimpin itu bernama Soewirjo. Pemimpin itu biasa dipanggil dengan sebutan kapten.
“mas, kok sendirian” sambut Soewirjo kepada Dirdjoe
“iki loh mas aku iki mblayu saka kelompokku, soalnya wes katah sing ketembak, aku bolehkan ikut gerombolanne sameyan?” tanya Dirdjoe dengan nada medok.
“ya tentu boleh mas, kita satu darah darah Indonesia masak gak bisa bersatu”
“maksaih yo mas” balas Dirdjoe.
Lalu Soewirjo memperkenalkan Dirdjoe kepada pasukannya, setelah diperkenalkan Soewirjo memberitahu misi kelompoknya, bahwa misinya adalah menuju pinggir hutan untuk menunggu jemputan untuk pergi ke pusat kota. Saat pimpinan kelompok itu menjelaskan kepada Dirdjoe, Dirdjoe berbincang sendirian dalam hatinya, apakah mipi semalam ada kaitannya dengan ini.
            Sambil berjalan Dirdjoe berbagi cerita kepada Soewirjo, lalu Dirdjoe mengikuti sikap seperti pasukan-pasukan disekitarnya. Tiga hari lamanya kelompok itu sudah berjalan.
            “Pasukan, sekarang kalian boleh istiharat” ujar kapten kelompok tersebut. Lalu Dirdjoe berbaring sambil menatam bintang yang berjajar di angkasa.
            “Yo mblayu, mblayu “ teriak Guruh dan Joko dengan luka tembak yang sama di dada yang berusaha melindungi adiknya.
            Kematian kedua kakanya itu selalu menjadi beban pikiran yang mendorongnya untuk berbalas dendam kepada tentara sekutu. Pagi itu ia dibangunkan oleh pembidik handal dari kelompok tersebut.
Keesokan paginya Suwirjo dan kawanan pasukannya termasuk Dirdjoe sebagai prajurit baru di kawanan Suwirjo melanjutkan misi perjalanan ke tepi hutan. “prajurit tidak lama lagi kita akan memulai perang kita” ujar sang kapten. “apa kalian siap”. Tanyanya.
“Yes, sure” teriak Dirdjoe yang sok menggunakan bahasa asing. Dengan bingung semua pasukan menoleh kepada Dirdjoe karna mungkin hanya Dirdjoe yang bersekolah setingkat MILO.
Setelah beberapa jam mereka berjalan sinar jalanan diluar hutan tersebut sudah terlihat dan juga ada dua truk pasukan yang sudah menanti.
“cepat lari, naik ke truk dan waspadai kana, kiri, depan, dan belakang. Laksanakan” perintah sang kapten.
“siap” yang tidak sengaja pasukan mengucapkannya dengan kompak.
Semua pasukan berlari menuju kedua truk tersebut, 16 pasukan yang termasuk tambahan baru yaitu Dirdjoe menaiki kedua truk tersebut dengan 8 pasukan menaiki truk satu dan sisanya di truk yang kedua beserta sang kapten yang tergabung dalam truk yang kedua. Saat mereka tiba pada pusat kota ia disambut dengan tembakan antara tentara jepang dan pemberontak-pemberontak oleh orang pribumi, ia dan kelompoknya langsung ikut serta dalam peperangan tersebut. Dua jam kejadian itu berlangsung lalu jepang mundur entah karna apa mungkin amunisi habis atau yang lainnya. Seusai itu sang kapten dan pasukan berkumpul dengan pemberontak yang masih tersisa untuk merencanakan genjatan yang lebih untuk hari esok, setelah terancan semua mereka istirahat sebagian berjaga dan terjadi secara bergantian.
Keesokan harinya tepat pada tanggal 15 Agustus 1945 jepang mundur meninggalkan Indonesia, semua pemberontak tercengan dengan kejadian itu. Akhirnya semua pasukan pemberontak kembali ke daerahnya masing-masing. Dirdjoe pun kembali ke rumahnya, setibanya di rumahnya diberitakan oleh warga sekitar bahwa ayah dan ibunya terbunuholeh penjajah, ia sangat terharu dan ia memutuskan untuk pergi ke Surabaya tempat kakak dari ayahnya tinggal. Ia merayakan kemerdekaan Indonesia pun di Surabaya.
Pada tanggal 25 Oktober Inggris dan Belanda kembali ke Indonesia termasuk Surabaya untuk melucuti senjata, membebaskan tawanan perang dan mengembalikan pasukan Jepang ke negerinya, dan pada saat itu Dirdjoe sudah sebagai TKR(Tentara Keamanan Rakyat). Dan saat itu terjadi juga insiden di hotel Yamato yang menyebabkan gesekan gesekan kecil hingga pada tanggal 27 oktober disitulah Dirdjoe pertama kalinya perang atas nama TKR.
Sekelompok misili Indonesia termasuk Dirdjoe mengendarai mini truck untu kembali ke mess di tengah perjalanan mereka bertemu A.W.S Mallaby di jembatan merah disitulah terjadi salah paham sehingga terjadi baku tembak, Dirdjoe langsung turun truck dengan membawa revolvernya menyergap mobil yang ditumpangi A.W.S Mallaby itu.
“good bye mister” setelah mengucapkan salam itu Dirdjoe langsung meluncurkan pelurunya pada kening Mallaby dan segera pergi bersama kawannya, saat mereka meninggalkan Mallaby mereka membawa ban depan mobil yang ditumpangi Mallaby karena ban tersebut bagus dan mngganjal mobil dengan batu dan meninggalkan ledakan pada mobil tersebut yang membuat mobil dan jasadnya hangus.
            Setelah terjadi insiden tersebut pengganti Mallaby mengumumkan ultimatum 10 November yang memberi perintah agar rakyat yang bersenjatakan senjata jepang agar memberikan pada waktu dan tempat yang sudah ditentukan, dan mengangkat tangan. Dengan semangat dari bung Tomo pasukan pembela negara termasuk Dirdjoe mempertahankan kedaulatan RI dan tidak bersedia melaksanakan perintah daripengganti Mallaby tersebut.
            Karna hal tersebut pada 10 November terjadi perang besar dan menewaskan ribuan rakyat indonesia  dan hampir merengut nyawa Dirdjoe. Setelah insiden tersebut berakhir dengan penyobekan warna biru pada bendera belandi yang berkibar di Hotel Yamato Dirdjoe ingin melanjutkanb sekolah dengan modal ban yang dicurinya dari mobil Mallaby. Saat menjual ban ke tempat jual ban bekas terlihat brosur tertempel di dinding kios penjual ban tersebut yang bertuliskan bagi para pejoeang raihlah ilmu gratis seleksi di gedoeng merah putih hari Minggoe jam 10 am setelah melihat brosur itu ia langsung pulang dan mempelajari buku pelajaran milik sepupunya, keesokan harinya pada hari minggu ia datang mengikuti seleksi, saat ia datang dan mendaftar dari seluruh indonesia hanya diambil 100 orang yang mendapatkan hasil terbaik dari seleksi tersebut.
            Ia mengikuti seleksi dengan tenang, ia dapat menyelesaikan 120 soal dalam seleksi tersebut hanya menghabiskan waktu 45 menit, sebenarnya waktu yang diberikan 90 menit. Setengah dari sisanya ia gunakan untuk berdoa.

            “yap waktu habis soal dan jawaban segera dikumpulkan dan tunggu hasil pada hari Rabu, di papan informasi gedung ini” ujar pengawas seleksi. Dua hari ia menanti dengan sangat cemas, ia selalu berdoa telebih doa malam pun ia jabani dan rela tidak tidur demi berharap pada Tuhan agar hasil yang diraihnya cukup maksimal. Tepat pada hari Rabu, ia sengaja bangun pagi petang dan ia berangkat pukul 6 menuju gedung tersebut karna ia ingin dialah orang yang pertama melihat informasi tersebut. Saat ia tiba di lokasi tidak ada satu insan pun yang berada disana bahkan hasilnya pun belu terpampang pada papan pengumuman, ia menunggu sangat lama hampir 2 jam ia menunggu sendirina yang ditmani angin dan suara perbincangan burung. Tepat pukul delapan pagi seorang datang menggunaka sepeda membawa lembaran kertas. Dan ternyata orang tersebutlah yang membawa hasil seleksi saat orang sudah memasang hasil tersebut Dirdjoe lah orang kedua yang melihat informasi tersebut setelah orang yang menempel hasil seleksi tersebut. Dia bca hasil dari bawah ke atas ternyata ialah yang menjdai terbaik diantara 534 peserta dari Surabaya dan ia disekolahkan selama empat tahun setengah di London, Inggris. Ia pulang ke Indonesia menjadi sarjana SAINS dan ia sebagai dosen di Universitas Indonesia dan ahkirnya ia meninggal pada tahun 1995. Dirdjoe adalah pejuang bangsa yang rela mati demi impian yaitu bebas dan berjaya. Ia menolak tawaran pemerintah Inggris agar menjadi warga negara Inggris karena hanya ingin mencerdaskan rakyat Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar